
Narasi Kehidupan – Tragedi memilukan terjadi di Kabupaten Mesuji, Lampung, ketika seorang bocah perempuan berusia enam tahun berinisial SAF menjadi korban pemasungan oleh ayah tirinya sendiri. Kisah bocah di Mesuji ini mengundang perhatian publik setelah video dan foto kondisi bocah tersebut viral di media sosial. Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, langsung turun tangan mengunjungi keluarga SAF di kawasan Karya Tani, Register 45, Mesuji, pada Senin (20/10/2025). Dalam kunjungan itu, Jihan mengaku tak kuasa menahan haru melihat kondisi bocah kecil yang hidup dalam serba keterbatasan tersebut.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Jihan membagikan kisah di balik penderitaan SAF yang menyentuh hati banyak orang. Kisah bocah di Mesuji ini menggambarkan realitas getir kehidupan keluarga kecil yang terjebak dalam kemiskinan ekstrem dan keterisolasian dari bantuan pemerintah. Menurut Jihan, tindakan sang ayah tiri yang merantai SAF bukan karena kebencian, melainkan karena ketakutan akan keselamatan anak itu. Namun, tindakan tersebut tetap dinilai salah dan tidak dapat dibenarkan dalam alasan apa pun.
Jihan mengungkapkan bahwa ibu dari SAF, berinisial E, menikah di usia yang sangat muda, hanya 14 tahun, dengan suami pertamanya. Dari pernikahan tersebut lahirlah SAF. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama karena sang suami meninggal dunia tidak lama setelah kelahiran anak pertama mereka. Hidup yang sudah berat semakin sulit dijalani E, terutama setelah ia harus membesarkan SAF seorang diri dalam kondisi ekonomi yang serba pas-pasan.
Beberapa waktu kemudian, E menikah kembali dengan seorang pria berinisial TS. Sayangnya, pasangan ini sama-sama tidak sempat menyelesaikan pendidikan dasar, sehingga peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan layak sangat terbatas. Kini, mereka tinggal menumpang di kawasan hutan Register 45 yang jauh dari akses fasilitas umum. Kondisi geografis yang terpencil membuat mereka sulit menjangkau layanan kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial dari pemerintah.
Dari pernikahan kedua ini, E dan TS dikaruniai seorang anak berusia dua tahun bernama T. Namun, anak bungsu mereka lahir dengan kondisi kesehatan yang sangat lemah. T menderita penyakit jantung bawaan dan bibir sumbing (labiopalatoschizis). Akibat kondisi itu, T mengalami stunting parah dengan berat badan hanya 5,3 kilogram. Situasi keluarga semakin sulit ketika biaya pengobatan dan kebutuhan sehari-hari tidak mampu terpenuhi.
Baca Juga : Langkah Pengembangan Diri Sederhana untuk Menumbuhkan Hati
Menurut penjelasan Jihan, kejadian pemasungan SAF terjadi bukan karena kekerasan, tetapi karena ketakutan orang tuanya terhadap kemungkinan buruk yang pernah terjadi. SAF disebut pernah hampir hanyut di sungai saat bermain tanpa pengawasan. Karena itu, ketika sang ibu harus pergi membawa anak bungsunya berobat dan ayah tiri bekerja sebagai buruh harian, mereka tidak tahu kepada siapa menitipkan SAF. Akhirnya, keputusan tragis diambil: merantai kaki anak itu agar tidak keluar rumah.
Namun, tindakan tersebut jelas menyalahi prinsip perlindungan anak. Terlepas dari niat baik orang tua, membatasi kebebasan anak dengan cara seperti itu tetap merupakan bentuk kekerasan. Jihan menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun. Ia menambahkan bahwa keluarga tersebut tinggal di kawasan yang sangat terpencil, membuat mereka sulit mendapat pengawasan dan bantuan sosial.
Melihat langsung kondisi rumah mereka yang sederhana di tengah kawasan Register 45, Jihan mengaku tak kuasa menahan air mata. Ia menyampaikan bahwa keluarga itu hidup dalam keterbatasan ekstrem, bahkan untuk makan sehari-hari pun bergantung pada hasil kerja sang ayah sebagai buruh tani. “Kalau tidak bekerja, mereka tidak makan,” tutur Jihan dalam unggahannya.
Pemerintah Provinsi Lampung segera mengambil langkah cepat untuk menangani kasus ini. Jihan menyampaikan bahwa pihaknya akan memberikan pendampingan penuh bagi SAF dan adiknya. Rencana pertama adalah membawa kedua anak tersebut ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan kesehatan menyeluruh, termasuk asesmen terhadap kondisi gizi dan persiapan tindakan medis untuk T yang menderita penyakit bawaan.
Selain intervensi kesehatan, pemerintah juga berupaya memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi keluarga E. Upaya ini mencakup pemberian bantuan sosial, dukungan gizi, serta pendampingan psikologis bagi SAF yang mengalami trauma akibat pemasungan. Jihan menegaskan bahwa penanganan akan dilakukan secara komprehensif agar keluarga tersebut tidak kembali terjebak dalam siklus kemiskinan yang sama.
Lebih jauh, pemerintah berencana berkoordinasi dengan lembaga perlindungan anak dan dinas sosial untuk memastikan SAF dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman. Ia berharap masyarakat turut membantu dengan memberikan informasi jika menemukan kasus serupa di sekitarnya.
Di akhir kunjungannya, Jihan mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap kondisi sosial di lingkungan sekitar. Ia menekankan bahwa masih banyak keluarga seperti E yang hidup di bawah garis kemiskinan, jauh dari akses bantuan pemerintah. Kepedulian kecil dari warga sekitar, seperti memberikan informasi atau sekadar menengok tetangga, dapat menjadi langkah awal menyelamatkan anak-anak lain dari nasib serupa.
Menurut Jihan, kasus SAF menjadi cermin bahwa kemiskinan, keterisolasian, dan kurangnya perhatian sosial dapat memunculkan tragedi kemanusiaan. Ia berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih peduli terhadap sesama. “Walau ini tanggung jawab pemerintah, kita semua bisa berperan. Tengoklah kanan kiri, mungkin ada tetangga yang butuh uluran tangan,” ujar Jihan penuh haru.
Simak Juga : L’Oréal Ambil Alih Bisnis Kecantikan Kering, Pemilik Gucci