Narasi Kehidupan – Lucy Guo, pengusaha muda asal California, berhasil mencuri perhatian dunia bisnis internasional setelah Forbes menobatkannya sebagai miliarder termuda dengan status self-made. Meski ia pernah mengambil keputusan berani untuk meninggalkan bangku kuliah, kini ia membuktikan bahwa pilihannya tidak menghalangi jalan menuju kesuksesan.
Kekayaannya kini ditaksir mencapai USD 1,25 miliar atau sekitar Rp 20,82 triliun (dengan kurs dolar AS Rp 16.657). Nama Lucy Guo semakin dikenal luas setelah perusahaan pertamanya, Scale AI, diakuisisi oleh Meta dengan valuasi fantastis mencapai USD 29 miliar atau Rp 482,98 triliun. Scale AI sendiri merupakan perusahaan penyedia data yang berfokus pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan.
Lucy Guo menempuh pendidikan di Carnegie Mellon University, Pennsylvania, dengan fokus pada ilmu komputer dan teknologi interaksi digital. Namun, perjalanannya di dunia akademik hanya berlangsung selama dua tahun. Padahal, ia hanya membutuhkan delapan mata kuliah lagi untuk menyelesaikan gelar sarjana.
Keputusannya untuk berhenti kuliah menjadi pukulan berat bagi orangtuanya yang merupakan imigran asal Tiongkok. Bagi mereka, pendidikan adalah simbol perjuangan untuk masa depan yang lebih baik. Namun, Guo justru melihat peluang lain yang bisa lebih cepat mengantarkannya menuju cita-cita.
Alih-alih melanjutkan studi, Lucy Guo memutuskan untuk mengejar Thiel Fellowship, program yang didirikan oleh Peter Thiel, salah satu pendiri PayPal. Program ini memberikan dana sebesar USD 200.000 kepada anak muda yang berani membangun perusahaan inovatif.
Bergabung dengan Thiel Fellowship membuatnya masuk ke dalam komunitas eksklusif yang berisi anak muda visioner dengan ambisi besar. Di lingkungan ini, membangun perusahaan bernilai miliaran dolar dianggap hal yang lumrah. Suasana seperti itu semakin menumbuhkan keyakinannya untuk berani bermimpi besar dan mewujudkan perusahaan unicorn.
Baca Juga : Strategi Cerdas Memulai Usaha dan Menjadi Bos bagi Diri Sendiri
Walau ia sendiri tidak menamatkan pendidikan tinggi, Guo tetap menekankan bahwa kuliah memiliki nilai penting. Menurutnya, ada manfaat besar yang bisa diperoleh selama menempuh studi, terutama bagi mereka yang bercita-cita menjadi pendiri perusahaan.
Salah satu alasan utamanya adalah kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang cerdas dan berbakat. Kampus menjadi ruang pertemuan terbaik untuk membangun relasi, baik dalam lingkup akademik maupun sosial. Pengalaman ini tidak mudah ditemukan di luar dunia perkuliahan.
Berikut adalah beberapa hal yang dianggap Lucy Guo sebagai keuntungan besar dari bangku kuliah:
Menurut Guo, dua tahun pertama kuliah adalah momen yang luar biasa karena menjadi waktu terbaik untuk berkenalan dengan orang-orang pintar. Hampir semua mahasiswa memiliki tujuan yang sama, yaitu menjalin hubungan baru. Lingkungan ini memudahkan terbentuknya jejaring pertemanan yang bisa bermanfaat di masa depan.
Di kampus, mahasiswa akan bertemu dengan individu-individu berpotensi tinggi. Guo menekankan bahwa sulit menemukan tempat lain yang menyediakan konsentrasi orang pintar sebanyak yang ada di universitas. Lingkungan seperti ini bisa memicu semangat, ide, dan motivasi untuk berkembang.
Bagi seorang calon pendiri perusahaan, jaringan pertemanan di kampus dapat menjadi modal berharga. Teman-teman yang dikenal di bangku kuliah berpotensi menjadi karyawan, rekan bisnis, atau bahkan co-founder di masa depan. Karena itulah, ia menyarankan untuk benar-benar menjalin hubungan erat dengan mahasiswa yang cerdas.
Selain dari pengalaman kuliah, Guo juga menekankan betapa pentingnya komunitas seperti Thiel Fellowship. Selama mengikuti program tersebut, ia dikelilingi oleh individu dengan pola pikir besar, yang menganggap membangun unicorn sebagai sesuatu yang mungkin. Menurutnya, untuk bisa sukses sebagai pengusaha, seseorang harus memiliki keyakinan yang kuat, bahkan hingga dianggap “gila” oleh orang lain.
Lingkungan seperti San Francisco, yang kaya akan ekosistem startup, dan jaringan Thiel Fellowship, membantunya mengasah kepercayaan diri untuk menciptakan perusahaan bernilai miliaran dolar. Guo merasa bahwa kombinasi dari pengalaman kuliah singkat dan pergaulan di fellowship telah memberinya fondasi yang kuat untuk berkembang.
Lucy Guo mengakui bahwa keputusannya untuk berhenti kuliah sempat dianggap sebagai bentuk kurangnya rasa hormat terhadap pengorbanan orangtuanya. Namun, ia menegaskan bahwa langkah tersebut justru lahir dari keyakinan terhadap dirinya sendiri. Baginya, setiap orang memiliki jalannya masing-masing untuk meraih masa depan.
Meski demikian, ia tidak menutup mata bahwa kuliah tetap penting bagi sebagian besar orang. Kampus bisa menjadi tempat lahirnya relasi berharga, sumber inspirasi, serta wadah menemukan calon mitra kerja di masa depan. Dengan pengalaman pribadinya, Guo ingin menegaskan bahwa kesuksesan bukan hanya soal ijazah, melainkan juga soal keberanian mengambil keputusan dan memanfaatkan setiap peluang yang ada.
Simak Juga : Klinik Kecantikan Sudirman Hadirkan Teknologi Perawatan Kulit