
Narasi Kehidupan – Di sebuah rumah sederhana di Desa Simpang Tiga, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, hidup seorang gadis kecil bernama Dilma Roselva Safarini. Usianya baru 14 tahun, namun keteguhan hati dan rasa tanggung jawabnya jauh melampaui usianya. Kisah inspiratif ini menggambarkan perjuangan seorang anak yang dengan tulus merawat ibunya yang lumpuh tanpa keluh. Sejak empat tahun lalu, Dilma menjalani hidup yang tidak mudah setelah ibunya, Annisa Mukarramah (38), mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan kerja di Arab Saudi. Sejak hari itu, gadis remaja ini menjadi satu-satunya tumpuan bagi sang ibu yang kini tak lagi mampu berjalan.
Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Dilma sudah mulai menjalani rutinitas yang berat untuk anak seusianya. Ia menyiapkan sarapan sederhana, membantu ibunya makan, mencuci pakaian, membersihkan rumah, dan baru bersiap berangkat ke sekolah dengan seragam yang kadang sudah mulai pudar warnanya. Meski begitu, semangatnya untuk belajar tidak pernah surut. Bagi Dilma, pendidikan adalah harapan yang ia genggam erat, satu-satunya jalan menuju masa depan yang lebih baik untuk dirinya dan ibunya. Kisah inspiratif tentang ketulusan dan tekad Dilma ini menjadi bukti nyata bahwa cinta seorang anak mampu mengalahkan segala keterbatasan hidup.
Ibunya, Annisa, tak kuasa menahan haru saat bercerita tentang perjuangan anak semata wayangnya. Dengan suara lirih, ia mengungkapkan rasa syukurnya memiliki anak sekuat Dilma. “Alhamdulillah, Dilma anak yang luar biasa. Semua pekerjaan rumah dia lakukan sendiri, dan dia tetap semangat sekolah. Saya sangat bersyukur punya anak seperti dia,” tutur Annisa penuh rasa bangga.
Baca Juga : Cara Mengatasi Kehilangan Motivasi dan Makna Hidup
Kehidupan Annisa berubah total sejak tragedi lima tahun silam. Saat bekerja sebagai asisten rumah tangga di Arab Saudi, ia terjatuh dari lantai tiga rumah majikannya. Insiden itu membuat tulang punggung dan kedua kakinya rusak parah, menyebabkan kelumpuhan permanen. Sejak kepulangannya ke Indonesia, Annisa hanya bisa berbaring di tempat tidur dan bergantung sepenuhnya pada perawatan Dilma.
Meski hidup dalam keterbatasan, ibu dan anak ini tidak pernah berhenti bersyukur. Annisa selalu berusaha tersenyum di depan putrinya agar semangat Dilma tidak padam. Ia tahu betul bahwa gadis kecil itu telah berjuang melampaui batas kemampuan anak seusianya. Rasa kasih sayang yang besar antara ibu dan anak ini menjadi sumber kekuatan yang menjaga mereka tetap tegar menghadapi setiap hari yang sulit.
Kehidupan mereka berjalan sangat sederhana. Setiap bulan, keluarga kecil ini hanya mengandalkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah desa sebesar Rp 300.000. Uang itu digunakan untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan sabun. Selain itu, warga sekitar kerap memberi bantuan berupa sembako atau hasil kebun. Meski bantuan itu tidak selalu cukup, Annisa dan Dilma menerimanya dengan penuh syukur.
Ketika dana mulai menipis, Dilma tidak pernah mengeluh. Ia belajar mengatur pengeluaran dan membantu ibunya semampunya. Beberapa kali ia juga menerima bantuan dari pihak sekolah berupa perlengkapan belajar agar bisa terus bersekolah tanpa hambatan. Keuletan dan tanggung jawabnya menjadi inspirasi bagi banyak orang di desanya.
Dilma kini duduk di bangku kelas IX di Madrasah Tsanawiyah (MTs) setempat. Meskipun setiap hari ia harus mengurus ibunya terlebih dahulu sebelum ke sekolah, semangat belajarnya tidak pernah luntur. Ia selalu datang tepat waktu dan aktif di kelas. Berkat kegigihannya, sejak taman kanak-kanak hingga saat ini, Dilma selalu berhasil meraih peringkat pertama di sekolah.
Setiap pagi, ia berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda tuanya, menempuh jarak yang cukup jauh melewati jalan pedesaan. Walau panas dan hujan sering menjadi penghalang, Dilma tidak pernah menyerah. Bagi gadis kecil ini, menuntut ilmu bukan sekadar kewajiban, melainkan wujud cinta kepada ibunya dan doa untuk masa depan yang lebih baik.
Di balik keheningan malam di rumah kecil mereka, Dilma sering berbicara dengan ibunya tentang cita-citanya. Ia bercita-cita menjadi seorang dokter, bukan karena ingin kaya, tetapi karena keinginannya yang tulus untuk menolong ibunya dan orang lain yang menderita. “Saya ingin jadi dokter supaya bisa mengobati ibu, dan orang lain juga. Saya pengin ibu bisa jalan lagi,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar itu, Annisa hanya bisa tersenyum dan menatap anaknya dengan penuh kasih. Ia tahu bahwa impian itu mungkin berat dicapai dengan kondisi mereka saat ini, tetapi doa tidak pernah berhenti ia panjatkan. “Saya selalu doakan dia. Semoga Allah kabulkan niatnya,” ujar Annisa lirih, menahan haru.
Kisah Dilma adalah potret nyata dari keteguhan hati seorang anak dalam menghadapi cobaan hidup. Di tengah keterbatasan ekonomi dan kondisi keluarga yang sulit, gadis 14 tahun ini tetap berdiri tegak, membuktikan bahwa kasih sayang dan harapan dapat menjadi sumber kekuatan yang tak ternilai. Kisahnya menyentuh hati banyak orang dan menjadi pengingat bahwa dalam setiap kesederhanaan, selalu ada cahaya ketulusan dan cinta yang menuntun langkah menuju masa depan.
Simak Juga : Manfaat Alga Merah untuk Kesehatan dan Kecantikan