Narasi Kehidupan – Senin malam, 1 September 2025, menjadi malam yang tidak biasa di Universitas Islam Bandung (Unisba). Sekitar pukul 23.30 WIB, sekelompok orang berpakaian serba hitam tiba-tiba masuk ke kawasan kampus. Rektor Unisba, Harits Nu’man, mengaku masih mengingat jelas momen tersebut karena suasana yang terjadi begitu menegangkan.
Sebelum kericuhan pecah, kampus Unisba baru saja menutup posko kesehatan yang dibuka untuk membantu mahasiswa yang terluka akibat aksi demonstrasi di Gedung DPRD Jawa Barat. Misteri semakin terasa karena posko kesehatan tersebut ditutup sekitar pukul 21.00 WIB, hanya setengah jam sebelum kerusuhan mulai terjadi di sekitar area kampus.
Tidak lama setelah posko ditutup, terlihat pergerakan massa berpakaian hitam di beberapa titik jalan utama Kota Bandung. Mereka muncul di Jalan Trunojoyo, bergerak ke Jalan Sulanjana, hingga sempat berhenti di kawasan Taman Radio. Keberadaan mereka mencuri perhatian karena jumlahnya cukup banyak dan pergerakannya terorganisir.
Menurut keterangan saksi, kelompok tersebut berkumpul di beberapa lokasi strategis. Dari satu titik ke titik lain, jumlah mereka mencapai puluhan orang. Diperkirakan total massa hampir menyentuh angka seratus orang, tersebar di lima hingga enam titik berbeda.
Lokasi berkumpul massa antara lain:
Di kawasan Taman Radio, massa yang sudah lebih dahulu menunggu kemudian bergabung. Mereka melakukan aksi blokade jalan, membuat lalu lintas lumpuh di beberapa ruas utama, termasuk Jalan Tamansari dan sekitarnya. Blokade dilakukan dengan menaruh tumpukan kayu, batu, serta membakar ban di tengah jalan.
Rektor Unisba menjelaskan bahwa jalan di depan fakultas bahkan tidak bisa dilewati karena dipenuhi halangan dari massa. Kondisi tersebut membuat aparat kepolisian harus turun tangan untuk mengendalikan situasi. Sekitar pukul 23.30 WIB, polisi tiba di lokasi dan mendapati jalan penuh dengan material penghalang yang disiapkan kelompok berpakaian hitam.
Baca Juga : Curhat Suami Mpok Alpa: Rindu Kehangatan hingga Omelan Sang Istri
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, menyebut kelompok berpakaian hitam itu diduga bagian dari jaringan anarko. Kelompok inilah yang dianggap sebagai pemicu utama terjadinya kericuhan di sekitar kampus Unisba.
Menurutnya, pola yang digunakan sangat mirip dengan aksi anarko sebelumnya, yakni membuat blokade, menyalakan api, serta melakukan tindakan provokatif untuk memancing aparat agar merangsek masuk ke area kampus. Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk skenario terencana.
Ciri aksi yang mengarah pada kelompok anarko:
Ketika polisi mencoba membubarkan massa dengan tembakan gas air mata, situasi semakin kacau. Massa yang tidak siap menghadapi gas air mata berlari mencari tempat perlindungan. Kampus Unisba menjadi lokasi yang mereka anggap paling aman.
Gerbang utama kampus jebol, bahkan ada yang melompati pagar demi bisa masuk. Aksi masuknya massa ini menimbulkan kesan seolah-olah aparat menyerbu kampus, padahal faktanya massa yang berlarian masuk ke dalam kampus akibat dikejar gas air mata.
Di tengah kericuhan, sejumlah akun di media sosial menyebarkan narasi bahwa aparat kepolisian menyerang kampus Unisba. Narasi tersebut langsung menyebar luas dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Namun, Kombes Hendra menegaskan bahwa tidak ada satu pun aparat yang masuk ke dalam kampus. Bahkan, ia membantah adanya penggunaan senjata peluru karet maupun senjata api. Menurutnya, semua kabar yang beredar hanyalah upaya framing dari kelompok provokator untuk membenturkan mahasiswa dengan aparat keamanan.
Rektor Unisba, Harits Nu’man, menegaskan bahwa massa berpakaian hitam yang masuk ke dalam kampus bukan mahasiswa. Menurutnya, dari gerak-gerik dan cara bertindak, sangat berbeda dengan perilaku mahasiswa pada umumnya.
“Dari caranya bertindak sudah jelas, mereka bukan mahasiswa Unisba. Mereka memanfaatkan situasi dan menjadikan kampus kita sebagai tempat berlindung,” ujarnya. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan aparat yang menduga kelompok tersebut sengaja mencari perlindungan sambil menyebar provokasi.
Peristiwa kericuhan di sekitar kampus Unisba pada 1 September 2025 menunjukkan adanya pola aksi terorganisir dari kelompok berpakaian hitam. Aksi mereka menimbulkan kesan seolah kampus menjadi sasaran aparat, padahal faktanya massa yang masuk kampus bukanlah mahasiswa.
Kejadian ini menjadi peringatan penting bagi dunia kampus dan aparat keamanan bahwa provokasi dapat menyebar cepat melalui media sosial. Perlu kewaspadaan tinggi agar mahasiswa tidak terjebak dalam framing kelompok tertentu yang ingin memperkeruh suasana.