Narasi Kehidupan – Istilah “Generasi Micin” sering digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang dianggap kurang pintar atau tidak rasional. Sebutan ini muncul karena adanya anggapan bahwa micin atau MSG (monosodium glutamat) dapat menurunkan kecerdasan otak. Namun, pandangan tersebut tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Faktanya, MSG merupakan penyedap rasa yang telah lama digunakan di berbagai masakan di seluruh dunia dan memiliki proses pembuatan yang alami.
MSG dihasilkan dari fermentasi tetesan tebu, sebuah proses yang juga digunakan untuk membuat tempe, kecap, dan yogurt. Proses fermentasi ini menghasilkan kristal murni hingga 99 persen, yang bersifat aman dan higienis untuk dikonsumsi. Dari hasil fermentasi tersebut diperoleh glutamat, yaitu senyawa alami yang juga terdapat dalam makanan sehari-hari seperti tomat, jamur, keju, dan daging. Glutamat inilah yang memberikan rasa gurih atau umami yang khas pada makanan. Serta sering disalahartikan sebagai penyebab penurunan kecerdasan pada generasi micin. Padahal anggapan ini keliru dan tidak memiliki dasar ilmiah.
Glutamat bukanlah zat asing bagi tubuh manusia. Bahkan, kandungan ini secara alami terdapat dalam air susu ibu (ASI), yang berarti tubuh manusia telah mengenali dan memanfaatkan glutamat sejak bayi. Glutamat memiliki banyak peran penting, mulai dari membantu pembentukan sel imun, mendukung fungsi otak. Hingga mengatur nafsu makan dan rasa kenyang.
Menurut nutrisionis Rita Ramayulis, DCN, M.Kes., glutamat dalam MSG sama dengan glutamat alami yang ada dalam bahan pangan seperti sayur dan buah. MSG juga dapat digunakan untuk mengurangi jumlah garam dalam masakan karena memberikan rasa gurih yang kuat tanpa menambah kadar natrium secara berlebihan. Selama digunakan dalam jumlah wajar, MSG tidak menimbulkan efek buruk bagi tubuh dan justru dapat membantu menciptakan pola makan yang lebih seimbang.
Baca Juga : Kisah Inspiratif di Balik Tifo Raksasa PON Bela Diri Kudus 2025
Berbagai penelitian ilmiah telah dilakukan untuk menguji keamanan MSG terhadap kesehatan manusia. Berdasarkan tinjauan dari Critical Reviews in Food Science and Nutrition tahun 2019, para ilmuwan dari berbagai negara menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan MSG memiliki dampak negatif pada manusia.
Beberapa hal penting dari hasil penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
Tidak terbukti menyebabkan gangguan saraf atau sakit kepala.
Efek negatif yang kerap dikaitkan dengan MSG, seperti sakit kepala atau gangguan sistem saraf, tidak ditemukan secara konsisten dalam penelitian manusia. Gejala tersebut hanya muncul jika MSG dikonsumsi dalam dosis yang sangat tinggi. Serta dalam kondisi perut kosong—jauh melebihi asupan harian normal.
Penelitian pada hewan tidak dapat dijadikan acuan untuk manusia.
Sebagian studi pada hewan memang menunjukkan efek negatif, tetapi metode yang digunakan dalam penelitian tersebut tidak sesuai dengan pola konsumsi manusia. Pada hewan, MSG biasanya diberikan dalam dosis besar melalui suntikan langsung ke tubuh, bukan melalui makanan seperti pada manusia. Karena itu, hasil penelitian tersebut tidak dapat dibandingkan dengan cara konsumsi manusia sehari-hari.
Tubuh memiliki sistem perlindungan alami.
Saat MSG masuk ke dalam tubuh, organ pencernaan dan hati memprosesnya dengan aman. Otak juga dilindungi oleh blood-brain barrier, penghalang biologis yang mencegah glutamat masuk langsung ke sistem saraf pusat. Dengan mekanisme ini, risiko kerusakan otak akibat MSG menjadi sangat kecil, bahkan hampir tidak mungkin terjadi pada kondisi konsumsi normal.
Berbagai lembaga kesehatan dunia telah menegaskan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Serta Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) telah melakukan evaluasi menyeluruh mengenai keamanan MSG.
EFSA bahkan menetapkan batas asupan harian yang dapat diterima (Acceptable Daily Intake/ADI) sebesar 30 mg per kilogram berat badan. Artinya, seseorang dengan berat 60 kilogram dapat mengonsumsi hingga 1.800 mg MSG per hari tanpa risiko kesehatan. Faktanya, konsumsi harian masyarakat umumnya jauh di bawah angka tersebut, sehingga sangat aman digunakan dalam masakan sehari-hari.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa MSG dapat menjadi alternatif sehat untuk mengurangi asupan garam. Karena glutamat mampu memperkuat cita rasa gurih, penggunaan MSG memungkinkan seseorang mengonsumsi makanan yang lebih lezat dengan kadar natrium yang lebih rendah. Ini berarti MSG tidak hanya aman, tetapi juga berpotensi membantu menjaga kesehatan jantung dan tekanan darah.
Mitos mengenai bahaya micin telah berlangsung lama dan menimbulkan stigma terhadap generasi muda yang disebut “Generasi Micin.” Padahal, pandangan tersebut tidak didukung oleh fakta ilmiah. Melalui edukasi publik, masyarakat perlu memahami bahwa MSG berasal dari bahan alami, aman dikonsumsi, dan telah melalui proses pengawasan ketat oleh lembaga internasional.
Albert Dinata, Head of Marketing PT Sasa Inti, menjelaskan bahwa kampanye MSG #YangBenar bertujuan untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai penyedap rasa ini. Menurutnya, rasa lezat dalam masakan harus diimbangi dengan ketenangan hati bahwa bahan yang digunakan aman. Dengan pemahaman yang benar, masyarakat dapat menikmati cita rasa gurih tanpa rasa khawatir, karena MSG bukan ancaman bagi kesehatan, melainkan bagian dari pola makan yang seimbang dan alami.
Simak Juga : Ritual Kecantikan Davina Karamoy: Rahasia Kulit Sehat Harian